Reog adalah sendratari tradisional yang berasal dan berkembang di
kabupaten ponorogo. Reog dapat segera dikenali dari irama gamelannya yang
membangkitkan semangat, serta baunya yang menimbulkan rangsang & daya
tarik. Biasanya pergelaran reog didukung oleh kekuatan mistik. Hal ini
mengakibatkan pertunjukkannya kadang-kadang menyeramkan. Dulu reog merupakan sebuah tarian arakan cinta
raja kerajaan wengker (kini Ponorogo) yang meminang putri kilisuci anak
airlangga, raja kediri. Kini reog biasa dimainkan dalam resepsi pernikahan,
khitanan, atau juga untuk menyambut tamu agung. Kadang-kadang reog juga
dimainkan pada perayaan-perayaan lain, misalnya pasar malam, taman hiburan,
setiap minggu juga mempergelarkan reog.
Perangkat musik reog sederhana. Irama melodi anehnya berasal dari bunyi
terompet khusus yang disebut salompret bernada pelog diiringi rampak ketipung,
kendang, ketuk, kenong, gong serta angklung yang bernada slendro. Nada-nada
sumbang yang dihasilkan, yang merupakan panduan antara laras slendro dan pelog,
menghasilkan suasanan mistik, aneh, sekaligus mempesona. Iramanya yang dinamis
dan bergelora sangat mudah mengundang penonton untuk berkumpul.
Pakaian pemain reog serba hitam dengan ikat kepala yang disebut udeng.
Bajunya berwarna hitam, longgar, tidak bercorak dan dipakai tanpa mengaitkan
kancingnya sehingga dada pemakainya tampak jelas. Celananya yang sangat longgar
juga berwarna hitam : panjangnya hanya sampai di bawah lutut. Celana ini
dilengkapi ikat pinggang (koloran) berwarna putih.
Reog ponorogo biasanya terbagi dalam beberapa kelompok. Kelompok pertama
adalah kelompok pengawal atau kelompok pembuka, kelompok dengan sikap garang
dan angkuh yang terdiri atas 3 sampai 4 orang bercelana panjang longgar hitam
dengan kaus bergaris merah hitam. Kelompok kedua adalah kelompok pendamping
bertugas mengamankan situasi dan biasanya berada di sisi kanan kiri rombongan.
Kelompok ketiga adalah kelompok penari terdiri atas pemain barongan, pemain
topeng, penari kuda kepang, serta penari dan pemain cadangan. Kelompok keempat
adalah kelompok pemukul gamelan yang lazimnya berada di belakang para penari
terdiri atas peniup terompet, pemukul gendong dan gong, pemusik angklung,
pemukul, ketuk kenong, pemukul ketipung serta 2 orang pemikul dan pemukul
kempul; dan kelompok penggiring yang merupakan kelompok terbesar biasanya
berada paling belakang untuk ikut menari, menyanyi dan bersorak sorai
menghidupkan suasana.
Ada 3 hal yang melengkapi saat pertunjukkan reog yaitu Barongan yang
melambangkan harimau dan dhadhak merak yang melambangkan burung merak, Topeng,
Kuda kepang yang melambangkan binatang piaraan tunggangan manusia. Barongan dan dhadhak merak,
yang selalu berpasangan sangat tenang, berwibawa meskipun angkuh. Dhadhak merak
yang digunakn beratnya berkisar 50-70 kg. Biasanya barongan dilakukan oleh dua
orang. Gerakan yang sering digunakan barongan saat pementasannya yaitu menggerakkan
kepala belakang lalu dihentakkan ke depan (kebat), mengibaskan dhadhak ke
samping (gebes), menjatuhkan diri ke tanah lalu berguling (guling), hingga
melentingkan tubuhnya ke belakang hinggga kedua tanagnnya menyentuh tanah
(ngayang) lalu dengan mengandalkan kekuatan dan kelenturan gigi, kembali
berdiri pada posisi semula, barongan yang lain berdiri dipinggir lingkaran,
kadang-kadang berjalan mengelilingi lingkar pementasan (kiter) atau
menggerak-gerakkan bulu-bulu merak dengan tanagnnya (keblak), pertunjukkan
barongan ini lebih merupakan pertunjukkan adu ketangkasan antara dua pembarong.
Masing-masing memamerkan kekuatan dan kelenturan tubuh mereka
Topeng yang selalu dikenakan bujangganong yang pandai berakrobat
menimbulkan kesan lucu dengan geraknya yang lincah. Reog ponorogo memiliki 3 wujud topeng, yakni topeng
hewan, topeng manusia dan topeng raksasa. Topeng barongan adalah topeng hewan,
sedangkan topeng bujangganong, topeng berwujud raksasa dengan dahi mengganong
(menjorok) adalah topeng raksasa. Warna topeng raksasa ini merah tua atau
hitam, matanya melotot, rambutnya panjang ke depan, serta hidungnya besar dan
panjang. Yang merupakan topeng manusia adalah topeng kelono. Topeng berambut
panjang ini memerankan prabu kelono sewandono.
Bila kuda kepang mulai beraksi, pertunjukan mulai menyeramkan karena
unsur magisnya meskipun gaya kuda kepang ini cukup lunak dengan mimik mempesona
yang memikat penonton.
Di dalam pertunjukkan reog juga
terdapat penari jathil yang terdiri atas 4 orang baik itu jathil cilik maupun
jathil dewasa, penari jathil memakai pakaian bermotif parang barong, stagen
berwarna merah, diselipkan sempur bewarna kuning dan merah dan ikat kepala.
Penari jathil juga tak lupa memasang tahi lalat palsu di dahi. Tahi lalat yuang
dipasang di dagu pada penari jathil merupakan kontruksi komunitas Reog agar
telihat “cantik” atau paling tidak “manis”. Penari jathil yang ikut dalam
pementasan reog ada yang berumur 11-12 dan disebut sebagai jathil cilik.
Sedangkan jathil dewasa berumur 18-21. Dalam pementasannya jathil cilik
menggunakan jaran kepang(eblek) dan gerakan-gerakan yang ditarikan adalah
sembah, jalan nyongklang, kebyak sampur, ukel, sedangkan penari jathil dewasa
tidak menggunakan jaran kepang. Pakaian yang digunakan adalah kemeja pitih
mengkilat, kemeja brukat transparan dan memakai kemeja bewarna merah dengan
bahan brukat.
Tari jathil sudah ada sejak zaman prasejarah yang digunakan dalam upacara
pemujaan kuda (totemisme) ini dahulu dilakukan oleh hanya dua orang saja yang
menunggang kuda-kudaan dari anyaman bambu. Penunggang kuda dibuat kesurupan sehingga
berlaku sebagai kuda, yakni dicambuki, diberi makan rumput, makan padi dan
daun-daunan lain kegemaran seekor kuda. Hadirnya roh (non material) dalam
material, jiwa dalam badan jatilan merupakan simbol paradoks. Yang paradoks itu
berupa bersatunya dua unsur yang saling bertentangan. Semua kehadiran dualistik
ini saling membelakangi atau berhadapan hadir dalam satu kesatuan. Yang disebut
“ada” itu paradoksal.
Klimaks dari setiap pertunjukkan di desa-desa yaitu pada saat adegan
“terkaman” atau tubrukan antara kepala barongan dengan pantat Jathil karena
adegan ini selalu disambut dengan riuh rendah teriakan dan suitan
penonton.
Dalam bukunya Sumardjo, kesenian teater tradisional, termasuk reog pada
masyarakat religi asli difungsikan sebagai pemanggil kekuatan gaib, menjemput
roh-roh pelindung untuk hadirdi tempat terselenggaranya pertunjukkan, memanggil
roh-roh baik untuk mengusir roh-roh jahat, peringatan pada nenek moyang dengan
mempertontonkan kegagahan atau kepahlawanannya, pelengkap upacara sehubungan
dengan peringatan tingkat-tingkat hidup seseorang dan pelengkap upacara untuk
saat-saat tertentu dalam siklus waktu. Fungsi-fungsi ini beberapa diantaranya
masih akan terus hidup tetapi bila reog ini difungsikan diluar upacara, semuanya
hanya mempunyai nilai profan saja. Tarian dalam upacara ini
dilakukan sebagai wujud partisipasi dalam aturan kosmos itu
sehingga hidupnya menjadi otentik dan bernilai.
Berdasarkan bentuk dan konteks pementasan reog, masyarakat menyebut
bentuk pertunjukkan reog malam bulan purnama dan Festival Reog Nasional (FRN)
sebagai “Reog Festival” atau “Reog Kabupaten” , sedangkan jika pertunjukkan
reog di desa disebut “ Reog Obyogan” atau “Reog Desa”.
Reog Festval biasanya dipentaskan dalam acara-acara resmi dan formal
semacam Festival Reog Nasional (FRN), penyambutan tamu pemerintah. Sedangkan
reog obyogan atau reog dea biasanya ditanggap oleh individu, keluarga atau desa
dalam acara-acara khusus eperti pernikahan, khitanan, slametan atau bersih
desa. Sebenarnya nama “obyogan” atau diebut juga “gambyongan” adalah sebutan
bagi salah satu bagian dari pertunjukkan reog dalam tanggapan desa-desa yang
menampilkan tarian dan penari Jathil secra bebas. Para jathil biasanya melepas
jaran kepangnya, lalu menari dengan iringan music yang macam-macam mulai dari
jaipongan hingga dangdut, melayu atau campur sari. Pada saat obyogan atau
gambyongan penonton biasanya ikut berjoget dengan para penari jathil. Oleh
karena itu, istilah obyogan lebih ring digunakan untuk menyebut kategori penari
Jathil, sebagai oposisi dari “jathil festival” atau “jathil salon’. Dalam
pentas reog reog obyogan selain barongan, penrai jathil mendapat posii sentral
dalm pertunjukkan.
Berbeda dengan lagi jika reog festival dipentaskan di sebuah panggung
pertunjukkan dengan level-level tertantu atau dalam pengertian sebuah panggung
yang mempunyai batas-batas antara penonton dan pemain. Tidak seperti reog
obyogan yang sesuai dengan situasi dan kondisi tempat pementasan.
Dalam improvisasi reog obyogan lebih spontan dalam melakukan gerakan,
sedangkan reog festival melakukan gerakan standar atau gerakan yang telah
ditentukan. Salah satu pembeda lagi adalah masalah sponor. Jika reog festival
sponsornya adalah lembaga-lembaga formal, sedangkan reog obyogan sponsornya
adalah orang yang melakukan pementasan(si penanggap).
sumber:
1.
Fauzannafi, Muhammad Z. 2005, “Reog Ponorogo: Menari Di
Antara Dominasi dan Keragaman”. Kepel Press, Yogyakarta, Januari 2005.
2.
Listiani, Wanda. 2008. Tafsir Komologis Reog Ponorogo.
diakses dari http://wandalistiani.wordpress.com/2008/05/12/tafsir-kosmologis-reog-ponorogo/
pada 12 Mei 2008 pukul 3:48 pm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar